FENOMENA HUKUM NEWS || MERANGIN
Lurah Pasar Atas, Kecamatan Bangko, Mulyati, menuai kecaman keras setelah merespons pemberitaan kritis dengan ancaman emosional untuk melaporkan media langsung kepada Bupati Merangin, Syukur. Ancaman ini muncul setelah media secara intens menyoroti dugaan kejanggalan pada proyek rabat beton senilai Rp 95 juta di wilayahnya.
Sikap arogansi dan anti-kritik pejabat publik ini sontak memicu pertanyaan besar: Mengapa seorang Lurah begitu alergi terhadap transparansi, dan apakah ancaman ini merupakan upaya intimidasi untuk menutupi dugaan skandal penggunaan anggaran?
Ancaman itu disampaikan Mulyati pada Kamis, 4 Desember 2025, pukul 18.06 WIB. Alasan Lurah? Ia merasa "tidak nyaman" dengan pemberitaan yang menuntut pengecekan ulang proyek rabat beton di RT 15.
"Kalau di beritakan terus aku jadi dak nyaman, aku laporkan ke Syukur," tegas Mulyati saat menelpon media, seolah-olah jabatan Bupati adalah tameng pribadi untuk membungkam fungsi kontrol sosial pers.
Tindakan Mulyati untuk 'menjual' nama Bupati Merangin, Syukur, dianggap tidak etis, otoriter, dan melanggar prinsip kebebasan pers. Langkah ini tidak hanya menunjukkan ketidakdewasaan dalam menghadapi kritik, tetapi juga menimbulkan kecurigaan serius: Apakah Mulyati merasa begitu terlindungi hingga berani menggunakan nama penguasa tertinggi daerah sebagai alat gertak?
Kekesalan Lurah Mulyati muncul di tengah sorotan tajam warga RT 15, yang mendesak pengecekan ulang volume dan anggaran proyek rabat beton di belakang TK Pembina 1. Warga menyuarakan keraguan yang sangat beralasan karena adanya disparitas mencolok antara hasil proyek saat ini dengan anggaran yang digunakan.
- Anggaran Rp 95 Juta Saat Ini: Hanya menghasilkan rabat beton sepanjang \pm 54 meter, lebar 2.5 meter, dan tebal 15 cm.
- Perbandingan Proyek Terdahulu (Anggaran Hampir Sama): Mampu membangun rabat beton sepanjang 100 meter lebih dengan lebar 3 meter dan tebal 15 cm.
"Jauh sekali perbedaannya," keluh Mujibur Rahman, perwakilan warga. "Perlu dihitung kembali apakah pekerjaan ini sudah sesuai dengan dana."
Data perbandingan ini secara jelas menunjukkan potensi kuat adanya mark-up atau ketidaksesuaian volume pekerjaan, yang berpotensi merugikan uang rakyat.
Menanggapi arogansi tersebut, Rama Sanjaya dari LSM Sapurata memberi peringatan keras.
"Jangan gampang nian nyebut nak melaporkan ke Syukur bupati, jangan cak itulah dikit dikit bupati, dikit dikit lapor bupati," sindir Rama, menegaskan bahwa jabatan Bupati bukan kartu truf untuk membungkam kebenaran.
LSM Sapurata menyatakan kesiapan penuh untuk mendampingi warga dan media (nasionaldetik.com serta Tim Perkumpulan Pimpinan Redaksi Indonesia Maju/Prima) jika Lurah Mulyati benar-benar nekat menempuh jalur pelaporan ke Bupati.
"Sayo tunggu, kalau perlu kito buek heboh Merangin ini," tegas Rama, menantang Lurah untuk membuktikan ancamannya.
Ancaman Lurah Pasar Atas kini menjadi bumerang. Fokus publik tidak lagi hanya pada dugaan skandal proyek Rp 95 juta, tetapi juga pada sikap otoriter pejabat publik yang anti-kritik. Publik menanti, apakah Lurah Mulyati hanya gertak sambal atau benar-benar akan membuktikan ancamannya, sekaligus membongkar tabir di balik proyek yang penuh kontroversi ini.
PRIMA
