Ticker

6/recent/ticker-posts

Kejanggalan Anggaran di Balik Proyek Penanganan Longsor

 





FENOMENA HUKUM NEWS || LAMPUNG BARAT 


Dugaan praktik korupsi berupa mark-up kembali mencuat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lampung Barat. 


Temuan ini Nasionaldetik.com turun dilokasi Proyek penanganan longsor (RBA.3) berupa pembangunan siring beton dan rabat beton di bahu jalan, tepatnya di Jembatan Seranggas, Kecamatan Balik Bukit, kini menjadi sorotan tajam karena nilai anggarannya yang dinilai tidak masuk akal.


Proyek yang dikerjakan oleh CV Sattya Alam Kencana dengan nilai kontrak fantastis Rp733.404.000 ini dicurigai telah terjadi penggelembungan biaya. Kecurigaan ini bukan tanpa dasar; masyarakat setempat dan pekerja lokal yang dikonfirmasi dapat merincikan bahwa biaya riil material dan upah tidak sebanding dengan angka kontrak yang telah ditetapkan.


Kontraktor Bungkam, Pejabat PUPR Lindungi?

Ketika awak media mencoba meminta konfirmasi kepada Agus, selaku pemilik CV Sattya Alam Kencana, ia menolak mengangkat telepon (WhatsApp Call). 


Sikap menghindar ini semakin memperkuat dugaan adanya kejanggalan dalam proyek tersebut.


Di sisi lain, Hermanto, Kabid PUPR Bidang Bina Marga, bukannya memberikan klarifikasi transparan, justru memberikan pembelaan yang terkesan menutupi. 


Ia menyatakan bahwa dana tersebut sudah melalui "perhitungan sedemikian rupa" dan sudah termasuk pajak. 


"Pembelaan PUPR yang hanya berlindung di balik kata 'perhitungan' tanpa mau membuka Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau Rencana Anggaran Biaya (RAB) adalah indikasi kuat adanya upaya menghalangi transparansi. Rp733 Juta untuk siring dan rabat beton kecil adalah angka yang harus dibuktikan, bukan hanya dibenarkan," tegas [Nama/Gelar Analis Publik, jika ada].


Tuntutan Keadilan dan Tantangan untuk APH

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa dugaan mark-up ini berpotensi merugikan keuangan negara ratusan juta rupiah. 


Masyarakat kini secara lantang menuntut Aparat Penegak Hukum (APH), baik Kejaksaan maupun Kepolisian, untuk segera:


Mengaudit forensik dokumen HPS/RAB proyek.


Melakukan penghitungan volume fisik dan membandingkan harga satuan dengan harga pasar yang berlaku.


Memeriksa adanya potensi kolusi antara Kabid PUPR Hermanto dan penyedia jasa (CV Sattya Alam Kencana) yang terkesan saling berpihak.


Kasus ini menjadi tantangan nyata bagi APH di Lampung Barat untuk membuktikan komitmen mereka dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi. 


Keengganan pihak terkait untuk transparan harus menjadi pintu masuk bagi penyidikan pidana.


Melaporkan dari Lampung Barat untuk Tim Redaksi


Red